Planet Mars diproyeksi menjadi koloni manusia. Kelak, saat Bumi makin rusak dan tak bisa lagi dihuni. Untuk mewujudkan rencana itu, diperlukan sukarelawan yang berani menjadi perinti pertama di planet merah.
Perjalanan dari Bumi ke Mars diperkirakan hanya makan waktu 10 bulan, namun tak ada kesempatan untuk pulang.
Tak hanya menghadapi lingkungan Mars yang tak menentu, tanpa oksigen, tanpa air, sukarelawan juga harus siap menghadapi kondisi keterasingan, jauh dari Bumi dan manusia lainnya. Sebuah kondisi yang belum pernah dihadapi sebelumnya dalam sejarah manusia.
Adakah orang yang nekat mengajukan diri untuk misi ke Mars? Ternyata ada.
Edisi khusus Journal Cosmology menjelaskan secara detil berapa dana yang dibutuhkan untuk sekali jalan ke Mars sekitar 20 tahun mendatang. Sebanyak 400 pembaca menawarkan diri menjadi sukarelawan.
Editor jurnal, Lana Tao mengaku terkejut dengan respon para pembaca. "E-mail yang berisi keinginan menjadi sukarelawan sangat mengejutkan. Awalnya kami mengira ini hanya gurauan, namun setelah menerima banyak surat elektronik yang dilengkapi kualifikasi personal, dan alasan mereka bergabung. Kami sadar, mereka serius," kata dia, seperti dimuat situs FoxNews.com.
Apa yang membuat orang-orang ini mau jadi sukarelawan ke Mars? "Aku punya keinginan untuk menjelajahi alam semesta sejak kecil, dan tahu persis seperti apa kerja roket," kata salah satu sukarelawan, Peter Greaves kepada FoxNews.com. Greaves adalah ayah dari tiga anak.
Greaves menambahkan, "Aku membayangkan kehidupan di Mars akan sangat menakjubkan, menakutkan, sepi, sempit, dan sibuk."
"Tak seperti di Bumi, aku tak bisa lagi duduk di tepi sungai, memandang takjub pemandangan alam, memeluk teman-temanku, menarik nafas dalam di udara yang segar. Tapi pengalamanku akan sangat berbeda dari 6 atau 7 miliar orang di Bumi...ini sepadan dengan apa yang kutinggalkan."
Juga ada di dalam daftar, programer komputer berusia 69 tahun, mahasiswa asal Texas, perawat berusia 45 tahun, pendeta Paul Gregersen, dan pastor Clarno Zion United Methodist Church.
Mereka menyatakan diri siap meninggalkan Bumi secara permanen.
"Sejalan dengan makin membludaknya manusia, satu-satunya hal yang masuk akal adalah mengeksplorasi kemungkinan manusia tinggal di tempat lain di alam semesta," kata pendeta Paul Gregersen.
"Aku punya firasat, masalah spiritual akan muncul di antara para kru. Para penjelajah awal di Bumi juga selalu membawa ulama."
Namun, psikolog yang bekerja untuk Badan Antariksa AS, NASA memperingatkan tak hanya persoalan spiritual yang akan dihadapi para perintis di Mars.
"Ini akan menjadi periode panjang keterisolasian dan kurungan," kata Albert Horrison yang telah mempelajari psikologis astronot sejak tahun 1970.
Ditegaskan dia, kehidupan di Mars tak akan seromantis yang dibayangkan. "Setelah suka cita peluncuran roket, dan sensasi menginjakkan kaki di Mars, akan sangat sulit untuk menghindari depresi. Semua hubungan dengan keluarga, teman, dan segala sesuatu yang akrab, terputus."
Setiap hari, tambah dia, akan berjalan membosankan. Meski dipersiapkan dan dibekali dengan baik dari Bumi, para kru tentu saja akan menghadapi permasalahan tak terduga, yang mungkin tak bisa diatasi. "Satu per satu kru akan tua, sakit, lalu mati."
Horrison mengingatkan, harus ada dukungan publik dan juga politik dalam misi ini. Jika tidak, misi ini hanya akan berakhir dengan kematian.
Tak cukup modal nekat
Siap mental dan berani mengajukan diri sebagai sukarelawan tentu saja merupakan hal yang baik. Namun, tak cukup modal nekat. Juru Bicara NASA, James Hartsfield merujuk pada syarat pengajuan aplikasi astronot yang diposting agen antariksa itu -- meski belum tentu NASA membiayai proyek ke Mars.
Untuk saat ini, persyaratan menjadi astronot adalah: punya gelar sarjana sains, teknik, atau matematika, punya pengalaman profesional.
Para astronot NASA juga harus menjalani 4 sampai 5 tahun pelatihan sebelum terlibat dalam misi luar angkasa. Pelatihan ini termasuk tes fisik yang intensif.
Para calon astronot juga harus mengikuti pelatihan pertahanan air militer sebelum memulai silabus terbang.
source
Perjalanan dari Bumi ke Mars diperkirakan hanya makan waktu 10 bulan, namun tak ada kesempatan untuk pulang.
Tak hanya menghadapi lingkungan Mars yang tak menentu, tanpa oksigen, tanpa air, sukarelawan juga harus siap menghadapi kondisi keterasingan, jauh dari Bumi dan manusia lainnya. Sebuah kondisi yang belum pernah dihadapi sebelumnya dalam sejarah manusia.
Adakah orang yang nekat mengajukan diri untuk misi ke Mars? Ternyata ada.
Edisi khusus Journal Cosmology menjelaskan secara detil berapa dana yang dibutuhkan untuk sekali jalan ke Mars sekitar 20 tahun mendatang. Sebanyak 400 pembaca menawarkan diri menjadi sukarelawan.
Editor jurnal, Lana Tao mengaku terkejut dengan respon para pembaca. "E-mail yang berisi keinginan menjadi sukarelawan sangat mengejutkan. Awalnya kami mengira ini hanya gurauan, namun setelah menerima banyak surat elektronik yang dilengkapi kualifikasi personal, dan alasan mereka bergabung. Kami sadar, mereka serius," kata dia, seperti dimuat situs FoxNews.com.
Apa yang membuat orang-orang ini mau jadi sukarelawan ke Mars? "Aku punya keinginan untuk menjelajahi alam semesta sejak kecil, dan tahu persis seperti apa kerja roket," kata salah satu sukarelawan, Peter Greaves kepada FoxNews.com. Greaves adalah ayah dari tiga anak.
Greaves menambahkan, "Aku membayangkan kehidupan di Mars akan sangat menakjubkan, menakutkan, sepi, sempit, dan sibuk."
"Tak seperti di Bumi, aku tak bisa lagi duduk di tepi sungai, memandang takjub pemandangan alam, memeluk teman-temanku, menarik nafas dalam di udara yang segar. Tapi pengalamanku akan sangat berbeda dari 6 atau 7 miliar orang di Bumi...ini sepadan dengan apa yang kutinggalkan."
Juga ada di dalam daftar, programer komputer berusia 69 tahun, mahasiswa asal Texas, perawat berusia 45 tahun, pendeta Paul Gregersen, dan pastor Clarno Zion United Methodist Church.
Mereka menyatakan diri siap meninggalkan Bumi secara permanen.
"Sejalan dengan makin membludaknya manusia, satu-satunya hal yang masuk akal adalah mengeksplorasi kemungkinan manusia tinggal di tempat lain di alam semesta," kata pendeta Paul Gregersen.
"Aku punya firasat, masalah spiritual akan muncul di antara para kru. Para penjelajah awal di Bumi juga selalu membawa ulama."
Namun, psikolog yang bekerja untuk Badan Antariksa AS, NASA memperingatkan tak hanya persoalan spiritual yang akan dihadapi para perintis di Mars.
"Ini akan menjadi periode panjang keterisolasian dan kurungan," kata Albert Horrison yang telah mempelajari psikologis astronot sejak tahun 1970.
Ditegaskan dia, kehidupan di Mars tak akan seromantis yang dibayangkan. "Setelah suka cita peluncuran roket, dan sensasi menginjakkan kaki di Mars, akan sangat sulit untuk menghindari depresi. Semua hubungan dengan keluarga, teman, dan segala sesuatu yang akrab, terputus."
Setiap hari, tambah dia, akan berjalan membosankan. Meski dipersiapkan dan dibekali dengan baik dari Bumi, para kru tentu saja akan menghadapi permasalahan tak terduga, yang mungkin tak bisa diatasi. "Satu per satu kru akan tua, sakit, lalu mati."
Horrison mengingatkan, harus ada dukungan publik dan juga politik dalam misi ini. Jika tidak, misi ini hanya akan berakhir dengan kematian.
Tak cukup modal nekat
Siap mental dan berani mengajukan diri sebagai sukarelawan tentu saja merupakan hal yang baik. Namun, tak cukup modal nekat. Juru Bicara NASA, James Hartsfield merujuk pada syarat pengajuan aplikasi astronot yang diposting agen antariksa itu -- meski belum tentu NASA membiayai proyek ke Mars.
Untuk saat ini, persyaratan menjadi astronot adalah: punya gelar sarjana sains, teknik, atau matematika, punya pengalaman profesional.
Para astronot NASA juga harus menjalani 4 sampai 5 tahun pelatihan sebelum terlibat dalam misi luar angkasa. Pelatihan ini termasuk tes fisik yang intensif.
Para calon astronot juga harus mengikuti pelatihan pertahanan air militer sebelum memulai silabus terbang.
source
0 komentar:
Posting Komentar